Malam telah menjelang. Sepanjang hari selama berhari-hari
aku terpikir untuk berkata-kata. Tapi tak satupun mampu aku ucapkan kepadamu. Disetiap
malam, menunggu derap langkahmu datang, aku selalu terpikir. Mendapati diri
telah menjadi bagian dari hidupmu. Aku telah memasuki duniamu. Selama 2 tahun
terakhir, aku hamper tak menyadari bahwa kita telah terlibat begitu dekat
sepanjang 2 tahun. Tapi tak satupun dalam satu hari, aku bisa berpikir utuh
tentangmu. Aku tak pernah bisa selesai menjawab segala pertanyaan tentangmu.
Kamu tahu kenapa itu bisa terjadi?
Aku tak pernah merasa yakin bahwa aku telah mengenalmu
dengan baik. Aku tak pernah yakin tentang makanan apa yang kamu sukai. Juga
tentang pakaian seperti apa yang kamu sukai. Atau tentang lelucon apa yang kamu
gemari. Atau bahkan tentang penampilan seperti apa dariku yang kamu sukai. Aku tak
pernah yakin tentang hal itu. Tapi aku selalu berusaha untuk memahamimu dengan baik
semampuku. Setiap saat aku belajar tentangmu semampuku.
Berulang kali aku selalu teringat perkataan orang itu. Orang
yang dulu katamu “hanya mengaku-ngaku” mantanmu. Benar memang perkataannya, aku
memang tak mengenalmu dengan baik. Tapi aku berusaha selalu belajar tentangmu. Dan
karenanya, saat sekali ini aku dapati sebuah kenyataan bahwa ada hal yang kamu
tutupi, aku kembali terpikir dan tertampar, bahwa aku memang benar-benar tak
mengenalmu, sama seperti perkataanya. Itu membuatku sungguh merasa menyesali
diriku sendiri. Aku merasa tak ada istimewanya aku, karena aku bahkan tak mampu
mengenalmu dengan baik. Sesungguhnya akulah yang seharusnya paling tahu tentang
dirimu, mengenali segala kebutuhanmu. Tapi, nyatanya, aku belum mampu. Dapatkah
kau rasakan penyesalanku?
Aku tak bermaksud untuk membenarkan diriku. Sama sekali
tidak. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku telah berusaha semampuku, menyamai
keberadaanku di dekatmu. Juga telah berusaha semampuku untuk mengenali duniamu.
Seandainya jika itu kamu anggap sepadan, dan jika sekiranya kamu mau
membantuku, ijinkan aku untuk mengenalmu. Tuntun aku untuk mengenalmu. Aku tak
akan sanggup mendobrak tembok pembatas tanpa kau bantu untuk melompatinya. Aku tak
akan mampu memasuki duniamu tanpa kau bukakan pintu dalam dirimu. Sehingga tak
akan lagi aku berpikir hanya tentang pikirku. Sehingga aku mampu mendampingi
langkahmu. Bukankah itu tujuan utama kita?
Aku terlampau takut membuatmu terbebani. Karena aku
bersamamu bukan untuk membebanimu. Aku memilih bersamamu karena aku tahu kamu
yang akan melengkapiku. Dan aku sangat berharap kamu juga akan merasa bahwa
kamu akan lengkap saat bersamaku. Selayaknya hal yang saling melengkapi,
seharusnya kita mampu membenahi diri untuk selalu saling belajar satu sama
lain. Aku tak pernah bisa meyakini anggapan orang bahwa sepasang adalah satu. Bagiku
tidak. Karena sepasang adalah dua yang saling melengkapi. Jadi, tak akan pernah
dua dijadikan satu. Karena jika demikian hanya akan menimbulkan
benturan-benturan semata. Bukankah begitu?
Aku mungkin telah menuntutmu terlalu banyak. Lupakan jika
itu menjadikanmu terbeban. Tapi, aku masih berharap kamu akan mengakui
keberadaanku. Bukan tentang status. Tentu saja bukan. Ini tentang ‘rasa’. Aku berharap
aku ada dan berguna bagimu. Aku berharap aku ada dan dijadikan ada olehmu. Dan karenanya
aku akan merasa tetap istimewa dimatamu. Kendatipun bagi orang lain aku tak
pernah mengenalmu dengan baik.
Karena aku mencintaimu, lelaki[ku]. Selalu.