Jumat, 07 Desember 2012

Bukan Surat yang Tak Pernah Sampai




.....73,,
Mungkin sudah seharusnya untuk ku beranjak. Saat yang aku rasa tepat, sedari beberapa waktu lalu, saat dimana aku dengan yang aku putuskan, untuk segera ‘berhenti’.
Harusnya sudah aku kembalikan sayapmu sejak itu.
Tak lagi mengikatmu dengan tanpa ikatan. Dan bukan berarti ini akan berakhir. Bukan pula berarti bahwa apa yang aku punya akan aku hapuskan. Tidak.. dan tidak untuk selamanya.

Kuhitung tiap gelap dalam samar. Berharap bahwa hari akan lebih cepat berhenti. Untuk ku. Karena gelap yang selalu menemaniku, gelap yang mengantarkanmu. Gelap yang selalu menyiapkan ruangmu.

Dear,,
Apa kabarmu semalam tadi?
Suatu hari,  mungkin tak lagi bisa kau ucapkan kata yang menjadi canduku. Tidak pula bisa lagi aku, kau datangi saat malam tak memberimu nyaman.
 Tak lagi.. Tak akan lagi.. Tak pernah lagi.
Ini kah saat aku harus segera pergi?
Lalu hanya kembali pada tempat ku.
Tempat yang hanya dapat melihat punggungmu.
Memerhatikan tiap pencapaianmu.
Lalu hanya menuliskan tiap rindu dalam lembar-lembar surat lain yang tak lagi dapat aku sampaikan padamu.
Menyimpannya tanpa harap suatu hari kau akan membacanya lagi.

Aku, yang hanya ada dalam samar. Dalam tautan virtual yang mengikatku dengan memori.
Aku, yang hanya mampu menatap langit yang sama dalam ruang yang berbeda.
Aku, yang hanya akan menyimpan semuanya.
Dan aku, yang selalu merindukanmu.

Dear,,
Ini mungkin tak akan jadi surat terakhir. Tak pula bisa aku pastikan, akankah ada surat yang aku sampaikan kepadamu. Tak ada yang tahu. Dan aku pun tak akan pernah tahu.

Maafkan aku...

Maaf karena telah meyeretmu dalam simpul ini... lagi..
Maaf, karena tak bisa pula aku pastikan bahwa aku tak akan lagi merindukanmu.
Maaf, karena tak pula aku berusaha membenamkannya.
Maaf, karena selalu mengusikmu.
Maaf... maafkan aku..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar