Hujan berganti. Dan selalu berganti.
Sekali waktu aku simpankan hujanku.
Dalam ruang.
Sekali waktu dalam sebagian ruangku, tiap keping memori bercampur, D.
Meminta celah untuk keluar.
Dan di kali waktu yang lain, ia akan keluar.
Aku tuliskan dalam diam. Tentangmu. Tentang ruangmu. Lalu ruangnya.
Benar, nyatanya ruangnya adalah ruang paling dalam.
Ruang gelap yang aku tutup.
Dan berusaha aku jadikan kosong.
Lalu kamu, D.
Membantuku mengesampingkannya.
Membuang semua kecewa.
Membantuku berdamai dengan sakit.
Iya, D. Kamu. Ruang mu. Ruang kecilmu.
Degupku memuncak. Harus kuakui.
Karena tiap kali mendengar juga melihat dia, lukaku menganga.
Tapi D, dan di setiap kali itu ada entah dari mana.
Suaramu.
Yang sekali lagi mendamaikanku.
Suaramu, D.
Dan aku tak yakin kau akan tahu, bahwa disetiap namanya kau ucap dari bibirmu, membuatku bergidik.
Entah itu rasa jijik atau apa.
Bisa jadi dendam yang tertanam.
Dan di setiap kamu menyebutnya.
Aku merasa hina.
Hina dengan ketololan ku dulu.
Hina dengan segala yang kupertaruhkan dulu.
Hina karena hanya mampu menyisakan sedikit ruang untukmu.
Untukmu, D.
Betapa tidak.
Aku menorehkan luka padamu.
Menorehkannya pula pada diriku.
Menorehkannya dan membuatmu..sakit.
Tanpa mampu aku damaikan.
Aku bersalah, D.
Pada apa yang kita punya.
Yang pernah kita punya.
Menyiakanmu.
Menyiakan kamu yang mengenali ku
kamu yang membacaku
kamu yang mrnungguiku
kamu yang menerimaku
kamu, D. Kamu.
D, ruangku dan ruangmu.
Ruang yang terpisah oleh kepatutan.
Ruang yang harus terpisah oleh keakuan, keangkuhan.
Maafkan aku, D.
Masihkah kamu simpan ruangku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar