Senin, 17 November 2014

M/U/R/A/M

Denting yang berbunyi dari samping telingaku membuatku menoleh dengan segera. Gerimis masih saja sama meski langit tak sepenuhnya bersuara. Angin mengantarku pada gambaran yang tak sepenuhnya aku anggap benar. Aku tak menyangka akan melihat gambaran yang sedemikian janggal dari mataku. Seharusnya rumput hijau, langit membiru. Nampaknya mereka semua bersembunyi entah dimana.
Padang rumput tak seharusnya berahasia. Namun tidak selamanya berlaku sama.

Ada satu sudut yang menjadi pembeda. Ternyata warna berkumpul disana. Menyemai, menyelubungi sosok menawan yang seperti sedang tertawan. Ada yang aneh, seharusnya gambar langit dan rumput menjadi segar tapi apa ini? Kemuraman apa ini? Warna tak lantas menjadikannya ceria. Aku perhatikan tata letak sudut-sudut merunut sebentuk cerita yang ingin menjawab dahagaku terhadapnya. Tapi tak juga bisa aku temukan. Ia masih disana, menunduk dengan kesendirian. Lekuk indah kursi yang menyangganya. Tertata apik lilin cantik di atas meja mewahnya. Ini nampak ganjil. Meja dan kursi ini tak layak berada disini. Ditempat yang janggal semuram ini.

Seandainya saja, ada suara yang bisa lantang mengantarkan padamu. Mungkin sudah aku bangunkan kamu dari sudutmu. Membuyarkan semua yang menyelubungimu. Sekalipun mereka berusaha mengembalikan gairah kepadamu, tapi cerita ingin beralur lain. Mereka tak satupun mampu menyemaimu. Muram masih saja ada di dekatmu. Sepertinya, ini ruang tunggumu. Tempat kau mengabaikan hingar bingar dunia dan kehidupanmu. Tempat yang kau kunjungi dalam rindu yang selalu menghantuimu. Telah lamakah lelah kau buang di tempat ini? Aku penasaran. Sungguh. Karena ini menjadi janggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar