Sabtu, 28 April 2012

"Selembar Surat Untukmu"


 *Teruntuk saudaraku....

Entah apa yang aku tulis kali ini, mungkin hanyalah sebagian lembaran lain dari surat-surat tak bertuan. Yang membawakan rangkaian kalimat-kalimat yang harusnya aku uraikan jauh lebih indah, jauh lebih santun, dan jauh lebih membawakan tawa. Dan nyatanya memang tidak!. Kalimat-kalimat ini aku tuliskan begitu saja, tanpa aturan yang menurut orang-orang akan membuatnya sesuai untuk bisa dinamakan sebuah tulisan. Tapi, aku dan kalimatku ini bukanlah seperti kalimat orang-orang.

Aku, hanya ingin menyimpan dalam kalimat, lalu mengingatkan diriku tentang suatu hari. Seperti yang terlalu sering aku lakukan. Meng-copy- semua surat yang pernah ditulis untukku, olehmu saudaraku. Lalu menyimpannya dalam sebuah folder, untuk dapat selalu kubaca. Mengingat ‘rasa’ yang kau sampaikan saat itu.

Satu tahun ternyata bisa menjadi waktu yang sangat cepat bagi kita. Tapi menjadi sangat panjang untuk mengikat semua cerita. Ya,, sangat panjang. Dan jika aku ingat-ingat lagi. Mungkin sudah ratusan cerita yang pernah kita ikat dalam satu tahun ini.
Dan.. kali ini pun aku mulai membacanya lagi, surat-suratmu untuku.

*Surat pertamamu, ‘Gadis Bali’
“ada perasaan haru menyerbu ketika melihat pemandangan itu. Wajah ayu gadis itu tampak begitu tulus. Bagaikan sebuah simbol hidup pengorbanan dan pengabdian. Aku tersentuh dengan ketulusan, kecerdasan, dan kedewasaannya. Dia mempunyai pemikiran yang bijak dan mendalam,  perasaannya halus sekaligus tajam.”

Dan ternyata ini bukan surat pertamamu. Tapi aku benar2 terharu. Kau melihatku, bahkan saat aku tak melihat diriku sendiri. Saat kau kirimkan surat ini, aku temukan banyak tawa. Aku temukan banyak senyumanmu, keperayaanku. Ya. Dan terima kasih karena telah mau mengenalku.

**Surat Kedua, (atau entah surat keberapa) ‘Surat Untuk Gadis Manis di Sebrang Pulau’
“. dia memang telah terkurung oleh kesabaranmu untuk mengerti betapa sulitnya dia, sedangkan dia sendiri tak pernah sabar untuk mengerti siapa dirinya. oleh kesediaanmu menerima tiap kebodohan yg dia lakukan, sedangkan dia sendiri tak pernah bisa menerima kebodohan² itu. dia terkurung, oleh sayap kebebasan yg kamu gantungkan ketika kamu menyuruhnya terbang, karena itu, ..kadang...sebagian jiwanya hanya ingin berada di sampingmu,
sungguh, sepertinya kamu memang lupa, lelaki yg kamu cintai adalah lelaki setengah gila, lelaki setengah gila yg pernah jatuh cinta padamu, dg hati…”

Dan benar.. aku telah menjadi lupa. Lalu kau mengingatkanku, kau membantuku berdiri, kau membantu ku sekedar menyangga tubuhku. Dan nyatanya aku terlalu sering meminjam pundakmu. Bukankah kali ini kau melihat, aku tak seperti yang kau katakan dalam surat pertamamu??
Saat membaca suratmu, ada haru yang memuncah, amarah yang coba aku simpan, semuanya. Lalu aku hanya dengan kesunyian.

** Surat berikutnya (satu dari sekian banyak yang aku simpan) ‘Paragraf Sunyi’
Surat yang kau kirimkan untukku saat natal. Kau tahu, aku berjuang keras membaca suratmu kali ini. Bukan karena apa yang kau tuliskan. Tapi, karena aku harus berjuang menyembunyikan tangis dan haruku dari beberapa pasang mata yang kala itu sedang menatapku heran.
Jika aku ingat sekarang, aku jadi ingin tertawa, betapa konyolnya diriku. Saat malam yang harusnya penuh dengan tawa orang2 di sekitarku. Aku malah duduk di sudut sendirian dengan haru dan air mata yang tiba2 saja menetes. Membayangkan lagi betapa heranya orang-orang saat itu melihatku. Hahaha..
Membaca suratmu kali ini membuatku berpikir bahwa, pada akhirnya kau bisa menyampaikan semuanya. Menyampaikan surat-surat tak bertuan yang sejak lama telah kau simpan. Ada kelegaan dalam diriku membacanya. Karena aku membayangkan pada akhirnya ada tempatmu untuk sekedar membagikan aduanmu.
Kau mungkin tak tahu, aku menyimpan semuanya. Meski sebagian hanya akan aku simpan dalam kotak memori. Lalu kali ini yang aku temukan tak hanya tawa. Berangsur-angsur bisa aku rasakan kegetiran dalam surat-suratmu.
Dan aku sadari, betapa panjangnya waktu satu tahun yang aku lalui bersamamu. Waktu yang pada akhirnya membantuku juga kamu untuk menemukan jawaban tentang kita. Tidakkah kau lihat, saudaraku? Mulai ada beberapa pertanyaan yang mulai akan terjawab. Meskipun juga memunculkan terlalu banyak pertanyaan pada akhirnya. Aku masih sangat ingat saat kau berkata “mungkin kk akan menjadi sebuah jawaban”.  Aku??? Tidak.. tentu tidak, saudaraku.
Yang aku temukan kali ini adalah bahwa Dia pada akhirnya mengikat kita dalam simpul yang tak akan pernah terjawab, yang tak akan pernah terurai. Lalu kenapa tak kita biarkan saja simpul ini terikat menjadi lebih erat. Memang harus aku akui akan sangat menyesakkan kadang-kadang. Tapi, itu mungkin bisa menjadi solusi yang akan membuat waktu tetap bersamamu, juga bersamaku.

Pada akhirnya, Dia membuatku bisa melihatmu. Saat aku tak memintanya tentu saja. Lalu kenapa tak kita nikmati saja simpulNya ini. Kita jalankan apa yang bisa kita jalankan. Aku tak akan berpikir untuk mengurai lagi, karena hanya akan menjadi pelarian yang sangat panjang. Dan tidakkah kau lelah berlari, saudaraku?
Duduklah sebentar dan lihat, tanganku juga tanganmu masih akan tetap seperti ini.

Kamis, 19 April 2012

"Sebuah Draft Usang"

 
Akhir-akhir ini hujan telah benar-benar berhenti. Entah sejak kapan aku telah menjadi lupa. Mungkin kebisingan dunia membuat ingatanku terpinggirkan. Membuat telingaku mulai tuli. Sesekali, dalam diamku, dalam ruangan itu mulai lagi terpikirkan, “seandainya hari ini turun hujan, tanah-tanah yang telah merekah terlalu lama mungkin akan sedikit berbahagia”.
Hanya itu yang terpikir saat itu, menantikan hujan lagi. Tidak.. tidak.. tentu tidak dengan segala harap. Aku hanya mulai mengayuh ingatan tentang cerita hujan. Ya.. karena saat itu aku merasa sudah tak banyak lagi waktu, dan mungkin sudah tak akan pernah ada kesempatan bahkan untuk mengucapkan kata “seandainya”.
Dan dalam ringisan yang tak akan didengar oleh siapapun, aku melihatnya. Meski hanya sebentar, dan aku tak mampu menyemainya, aku merasa senang. Bisa melihat hujan, benar-benar bisa melihat hujan.
Sebuah kesenangan memuncah, menepis semua ngilu yang aku tahankan sedari subuh.
Dan tanpa aku perkirakan, aku mulai mengayuh ingatan terlalu jauh.
Mulai mengunjungimu dalam jarak terjauhmu. Jauh.. bahkan termat jauh.

Mungki kini kau sudah ada dalam garis kelupaanmu, tapi tak apa. Karena aku tak pernah mengharap selalu bersama ingatanmu saat itu. Saat kau mencoba menunjukkan keyakinanmu.
jika aku pikir berulang kali saat ini, aku merasa aku benar-benar bodoh dan terlalu naif.
saat kau duduk di teras itu, untuk beberapa jam aku percaya kau menungguku segera membuka pintu dan keluar. Tapi, saat ini aku baru mendapati sebuah kesimpulan dan pada akhirnya aku akui bahwa aku merasa tertipu.
Melihat beberapa judul buku tergeletak di atas meja, mengingatkan diriku tentang perasaan itu, perasaan manusia tentang kecewa dan sedikit tipuan. Apa itu wajar? Mungkin tidak. Karena aku pun tak tahu sampai dimana batas wajar bagiku.

Sungguh, ini konsekuensi yang harus aku terima karena aku telah memaksa untuk mengayuh ingatanku lagi. Satu persatu slide itu muncul, menambah rasa ngilu yang mencoba aku tahan.
apa ini karena apa yang telah aku bagi bersamanya, tanpa sepengetahuanmu tentu saja.
jika aku katakan, mungkin kau akan menganggapku konyol.
Ya.. karena akupun merasa ini benar-benar konyol. Aku dan dia benar-benar melebihi ‘wajar’.
Dua kali,, aku pernah memperingatkanmu. Tapi sepertinya ini menjadi bukti bahwa aku telah menjadi ‘lenyap’. Bahkan untuk sekedar dianggap bagian darinya.
aaahhhh,,, betapa hinanya aku. Mempertaruhkan semua egoku, merendahkan harga diri yang bahkan aku sendiri tak tahu yang dinamai orang-orang dengan harga diri. Lalu, yang bisa aku lakukan hanya menertawai diri sendiri.
Kau mungkin tak tahu, seberapa yang aku tahu tentangmu juga tentangnya. Karena jangankan tentang kalian, bahkan tentang diriku sendiri pun aku tak pernah bisa benar-benar tahu.
Tapi setidaknya aku mencoba mengumpulkan selembar demi selembar cerita yang mungkin di lain hari bisa aku ceritakan pada anak cucuku tentang sebuah kisah konyol juga sebuah kisah tentang ketulusannya.

Mungkin kau tak pernah berada dalam garis kesadaranmu untuk sekedar menoleh, bahwa betapa terlukanya aku saat kau tanyakan “apa yang kau tahu tentang aku dan dia?”.
saat itu ingin sekali aku melemparkan semua yang aku tahu tentangmu juga tentangnya, dan aku yakin, saat itu kau pun tak banyak mengetahuinya. Mungkin saat ini pun kau tak pernah berada di garis kesadaranmu tentang aku, tentang apa yang aku tahu, tentang apa yang aku tak ingin tahu tapi  tanpa sengaja aku tahu. Tidak..! akupun tak mengharap kau akan tahu tentang itu. Suatu hari nanti, aku ada pada keyakinanku bahwa kau akan ada dalam garis kesadaranmu meski hanya untuk sekilas. Iya, itu pun bila ada di suatu hari nanti. Dan bila pun itu akan ada, mungkin tidak ada dalam lingkaranku.

#hanya selembar draft usang yang tak tersampaikan.. tak bertuan.. dan akan segera ku buang..

Minggu, 15 April 2012

"saat aku tak mampu"

akan aku tuliskan, dalam sajak-sajak tak bernama..
akan aku catat pula dalam huruf-huruf tak berkata..
dan akan aku sayatkan pada kata-kata tak bertuan..

bukan tentang ia yang bersama warna,
bukan pula tentang ia yang mewarna,
tapi tentang ia yang aku temukan dengan warna
lalu diujung khatulistiwa akan aku sampaikan padanya..
ahh.. di suatu ketika.. sampaikah aku di ujungnya..?

aku.. dan aku.. pula hanya aku..
dan kenapa harus aku..
bukankah kamu.. ya,, kamu.. mungkin pula hanya kamu..
dan siapapun, hanya untuk dia.. pula kepadanya..

|pss

"terima kasih,, hari ini aku masih bisa tertawa"

..............
Udara ternyata begitu dingin menusuk dadaku sore ini. Getaran kemudi tak mengacaukan pikiranku kala itu. tak juga lalu lalang kendaraan disampingku. aku biarkan udara yang masuk ke paru-paru ku menemani tiap ingatan yang seolah seperti tayangan slide saat presentasi.

Ternyata sudah berlalu dalam waktu yang sangat lama, aku menyusuri jalan ini..
lekuk tiap sudut aspal yang berlubang.. tempat sampah yang hanya gerobak kayu tua. tikungan dan dinding tinggi..
semuanya ternyata masih sama.
Lalu aku biarkan diriku kembali pada masaku kala itu, sambil masih memegangi stang motor yang melaju bersama deru angin di telinga.
Kembali ke masa aku dan juga ratusan tawaku.
ya.. masa tawaku..
betapa aku merindukan masa ku itu..

Dan semenjak kapan pula aku telah menjadi lupa bagaimana aku tertawa?

Sampai akhirnya aku dihadapkan pada hari ini.. meski dengan wajah-wajah yang berbeda. tempat dengan sudut yang sudah agak berubah. aku kembali dengannya.. dengan tawa ku.. kesenanganku.. akhirnya aku temukan diriku.. dalam diri mereka.. dalam diri kalian..

dan terima kasih pada waktu,, karena hari ini aku masih bisa tertawa..

26 Maret 2012 |pss

"hidupku dalam abu"

ternyata tak cukup cerita pagi..
tak pula cukup warna pelangi..
saat tubuhku pun mulai akan melapuk..
tak akan kau temukan selain abu..
saat abu-abu membawaku..
karena satu persatu mulai terbangkan warna-warna di atas lubang..

dan pula akan kau temukan tulang belulang yg hanya menggambar di tanah..
belatung-belatung pun satu persatu mengoyak
lalu jangan biarkan aku hidup dalam ingatan..
tidak pula bersama kerinduan..

karena nyatanya aku tak akan ada di dalamnya..
tidak pun untuk kau katakan selamanya..

12 Maret 2012 | pss

"lorong dan telunjukku"

akhirnya kau datang lagi,.
dan kali ini saat aku menyusuri lorong panjang ini,..
sore itu..
memegang yang awalnya ragu aku genggam,.
telunjuk juga jemarimu..

dan pada akhirnya aku kembali,.
pada saat kau juga menggenggam erat tanganku,,
memainkan telunjuk..
tak terbaca oleh langkahmu,, juga langkahku,.

berhenti.. aku juga kakimu di ujung lorong..
ujung yg aku dan kamu pun sejatinya tak tahu..
tapi,, aku ingin tetap melangkahi lorong ini.. lorong tanpa nama..
dg tautan telunjukmu juga telunjukku..

RSAD, 15 Maret 2012 | pss

"untukmu dan terakhir"

seperti kala itu..
saat aku masih dengan ego ku..
"bersembunyilah, lalu biarkan aku dengan patahan rantingku.. musim hujan tak akan muncul lagi.. tidak bersamamu."

ya.. sembunyikan.. sampai nanti aku temukan memutih tiap helai yang aku kenali..
lalu biarkan aku juga batinku.. bersamanya.. bersamamu.. dengan mataku..
karena di suatu hari itu.. aku tak akan menemukanmu lagi..
tidak lagi.. tidak pula dimanapun..
dan aku juga akalku akan meninggalkan waktuku..
tak akan aku perlihatkan punggungku padamu..

jadi katakan pada batinku.. tak akan ada lagi suatu saat nanti.. tak akan ada lagi suatu hari nanti.. tak akan ada pula di persimpangan lain..

akan tetap aku teriakan pada batinku..
mataku.. telingaku.. juga mulutku..
kau dan telah bersama sudut mati..
tidak pernah lagi bersama cerita tentang ingatan..
tidak akan..

lalu akan aku sudutkan pula ia bersamamu.. dan tak akan ada lagi lain kali.. tidak pula suatu saat nanti..

|pss

"ilalang-ilalang"



akan aku sampaikan pada ibuku disuatu senja nanti..
pada ujung-ujung yang akan aku tuliskan..
lalu akan aku buatkan gambaran-gambaran
tentang kebutaan,, tentang kebisuan..
ilalang-ilalang..

dan terbangkan pula pada ibuku.. 
saatnya hujan nanti akan aku luruhkan..
butiran-butiran tentang kelaparan.. tetesan-tetesan tentang kemunafikan..
pula sampaikan pada ibuku.. saat malam tentang penyesalan..
tentang pertanyaan-pertanyaan..
masih bersama ilalang-ilalang..

ilalang-ilalang yang akan tetap tumbuh,, 
ilalang-ilalang yang akan segera bersetubuh ..
ia.. ilalang-ilalang..

entah beratus kaki telah bercerita padanya,, padaku,,
cerita tentang pelangi..
cerita tentang matahari..
dan yang paling sering ternyata cerita tentang pagi..

masihkah sempat aku sampaikan pada ibuku,,?

Rabu, 04 April 2012

"rantingku, tak bersama angin"





hei angin...
coba teriakkan kebisuanmu selama ini
karena aku masih tetap berdiri
ranting-ranting yang mencoba patah
sesaat siang tadi masih aku temukan sisanya
bersembunyi,, setiap rapuh patahan yang coba kau terbangkan jauh

lalu angin..
tak lagi ada hujan yang aku temukan jatuh dari matamu
dari mata yang sesungguhnya tak pernah bisa aku buka
tak juga bisa aku lihat, karena ia matamu
mata dunia, tempat cahaya yang coba kau tancapkan pada rumput ilalang di bawahku

tidak akan aku temukan hujan, tidak lagi..
karena tak pernah lagi aku mencoba menemukannya..
tidak bersama tiupanmu kali ini

hei angin,
ranting-ranting kering telah kembali pada masanya
sekali ia pernah menusuk tepat di mataku
ya,, mataku..
tapi ia tetap ranting-ranting keringku
dan akan tetap pula menjadi bagian patahanku

lalu ceritakan tentang tangisanmu,
tapi jangan kau sampaikan pada ilalang-ilalang itu..
karena tanpa sampai padanya pun aku sudah mendengarmu

tetap bersembunyilah..
biarkan aku dengan patahan ranting-rantingku..
karena musim ini hujan belum juga muncul..
dan aku tak pula menginginkannya muncul.. tidak bersamamu