Tak ingin kusapa,
tidak seperti malam-malam lalu.
Kali ini ia datang
seperti kemarin lagi.
Tapi sesaat aku
malah terpikir, malam mungkin membawakan ku sekantung ide yang bisa aku
tuangkan. Jadi kuputuskan untuk mengamatinya seksama.
Di tiap senti aku
perhatikan. Lekat-lekat aku perhatikan.
Karena mungkin
akan aku temukan setitik ide yang mencuat dari kantung yang ia bawa.
Aku tak ingin
merasa kecewa dengan kedatangannya. Tidak akan pernah.
Aku buka tiap bungkusan
yang ia bawa.
Satu, dua, tiga.
Yang di tengah, di
sisi kanan, di sudut.
Tak pula ku
temukan.
“Tak
adakah ide yang kamu bawakan untukku?”
Terduduk dalam
sudut yang aku pagari.
Lama, tempat yang
akhir-akhir ini menjadi tempat ku kembali.
“Aku
tak membawakannya padamu. Tidak padaku.”
Lama aku
memandangnya. Malam seolah tahu apa yang aku inginkan darinya.
Yang sekaligus tak
pula kuinginkan.
“Itu
ada disana. Di dalam ruang itu. Ruangmu.”
Senyum mengembang.
Senyum yang biasa. Senyum yang setia.
Kembali ku
kunjungi ruang itu. Ruang dalam kosong. Ruang tempatku menyimpannya. Senja.
Sejenak ternyata
aku telah dibuat lupa. Ada senja disana.
Lalu masihkah ia
sama?
Aku tak tahu. Tak pula
bisa tahu.
Dalam sudut mataku
ternyata langit mengintip sembunyi-sembunyi.
Langit yang sama.
Adakah sama? Mungkin telah sedikit berubah.
Tapi langit abu
masih tetap abu-abu.
Langit yang
ternyata dan dari dulu bersamaku. Langit yang juga pernah berniat pergi dariku.
Langit itu masih
sama abu-abu.
“Kamu
tak perlu mengambilnya. Biarkan saja. Jika ia ingin pergi, atau ia ingin
tinggal. Cahayanya tetap saja akan tersimpan dalam ruang ini. Bukankah begitu? Ini
ruangmu.”
Malam mengantarku
pada ingatan dulu. Tentang senja di langit abu-abu.
Jadi kubiarkan
saja pintu itu. Ruang tanpa kunci lagi.
Kubiarkan saja
rindu keluar masuk untuk menyambanginya.
Malam tak pula
menarikku. Ia hanya tetap menemaniku. Seperti sebelum-sebelumnya.
“Jadi
bolehkah jika suatu kali aku menculik cahayanya lagi, sekali lagi?”
Malam tak juga
menggeleng.
Tangannya tetap
saja memelukku.
Malam nyatanya
yang tetap bersamaku.
Dan akan selalu
begitu.