Rabu, 19 Juni 2013

Menculik Senja di Langit Abu-Abu



Malam datang.
Tak ingin kusapa, tidak seperti malam-malam lalu.
Kali ini ia datang seperti kemarin lagi.
Tapi sesaat aku malah terpikir, malam mungkin membawakan ku sekantung ide yang bisa aku tuangkan. Jadi kuputuskan untuk mengamatinya seksama.
Di tiap senti aku perhatikan. Lekat-lekat aku perhatikan.
Karena mungkin akan aku temukan setitik ide yang mencuat dari kantung yang ia bawa.
Aku tak ingin merasa kecewa dengan kedatangannya. Tidak akan pernah.

Aku buka tiap bungkusan yang ia bawa.
Satu, dua, tiga.
Yang di tengah, di sisi kanan, di sudut.
Tak pula ku temukan.
“Tak adakah ide yang kamu bawakan untukku?”

Terduduk dalam sudut yang aku pagari.
Lama, tempat yang akhir-akhir ini menjadi tempat ku kembali.
“Aku tak membawakannya padamu. Tidak padaku.”
Lama aku memandangnya. Malam seolah tahu apa yang aku inginkan darinya.
Yang sekaligus tak pula kuinginkan.

“Itu ada disana. Di dalam ruang itu. Ruangmu.”
Senyum mengembang. Senyum yang biasa. Senyum yang setia.
Kembali ku kunjungi ruang itu. Ruang dalam kosong. Ruang tempatku menyimpannya. Senja.

Sejenak ternyata aku telah dibuat lupa. Ada senja disana.
Lalu masihkah ia sama?
Aku tak tahu. Tak pula bisa tahu.
Dalam sudut mataku ternyata langit mengintip sembunyi-sembunyi.
Langit yang sama. Adakah sama? Mungkin telah sedikit berubah.
Tapi langit abu masih tetap abu-abu.
Langit yang ternyata dan dari dulu bersamaku. Langit yang juga pernah berniat pergi dariku.
Langit itu masih sama abu-abu.

“Kamu tak perlu mengambilnya. Biarkan saja. Jika ia ingin pergi, atau ia ingin tinggal. Cahayanya tetap saja akan tersimpan dalam ruang ini. Bukankah begitu? Ini ruangmu.”
Malam mengantarku pada ingatan dulu. Tentang senja di langit abu-abu.
Jadi kubiarkan saja pintu itu. Ruang tanpa kunci lagi.
Kubiarkan saja rindu keluar masuk untuk menyambanginya.

Malam tak pula menarikku. Ia hanya tetap menemaniku. Seperti sebelum-sebelumnya.
“Jadi bolehkah jika suatu kali aku menculik cahayanya lagi, sekali lagi?”
Malam tak juga menggeleng.
Tangannya tetap saja memelukku.
Malam nyatanya yang tetap bersamaku.
Dan akan selalu begitu.

2 komentar: