Sabtu, 12 Oktober 2013

Perempuan Waktu



Ada sebuah gambaran sederhana terlintas. Ketika gelap belum juga genap. Dalam ruang yang masih saja mengambang. Sekilas tentang yang tak juga bisa dibayangkan. Tentang keinginan.
Masih saja memilah-milah. Membuatkan sebuah bingkai manis yang menyisa. Di musim ini, musim kering tanpa ada lagi air beriring. Daun-daun pohon menguning.

Kuperhatikan suatu waktu. Angin membawa suaranya padamu. Lalu kamu berdiri. Menengadah pada waktu. Gaun hitam melambai padaku. Menyapukan debu dalam barisan kaki membatu. Mataku terpaku. Saat kubidikkan lensa pada sudut itu, aku melihat, kamu.
Menengadah dan menyerahkan nafas pada angin. Membiarkan raga dihujani cahaya. Lalu daun-daun.

Kuperhatikan kamu. Rambut panjangmu. Mengayun pada lantunan lembut angin membawanya. Gaun berderai menyibak membuka keanggunan hatimu.
Lalu matamu. Sekalipun tertutup, aku tahu ada cerah keindahan nampak digambar oleh lembut senyum itu. Terpaku aku di tempatku. Berdiri lalu membatin.

Apa yang yang kamu lakukan? Tidakkah kamu lihat ranting tersangkut di rambut indahmu. Daun-daun jatuh mulai mematuk mukamu. Tidakkah itu sakit?Apa yang kamu lakukan? Angin akan mengacak rambutmu. Membuat lusuh pakaianmu. Kenapa kamu terlihat begitu damai? Memejam dan menengadah.”

Angin mendengarkan itu padamu. Kamu gerakan kepalamu, ke arahku. Sepertinya ia tahu seberapa halus harus ia buat gerakanmu. Masih berdiri di tempatmu. Menunggui daun-daun gugur mematuk-matuk kepalamu. Aku melihatnya. Senyum itu.
Dan yang membuatku semakin mematung, matamu. Ada dunia di dalamnya. Dunia yang tak mampu aku tebak. Seperti lubang hitam yang membuat aku terseret untuk selalu memerhatikannya. Dunia yang aku ingini untuk segera aku jelajahi. Hanya sekejap. Kamu membalikkan lagi kenikmatanmu. Menikmati cahaya yang menyelimutimu. Merasakan tiap sentuhan daun-daun gugur di kepalamu.

Siapa kamu, perempuan? Ini musim gugur. Daun-daun tak lagi basah dan meneduhkan dirimu. Angin ini kering. Tak pula akan membawakan sejuk pada kulitmu. Lalu cahaya ini. Cahaya yang menyisakan keringat dalam tiap pori kulitku. Cahaya yang hanya akan membakar kedamaianmu. Siapa kamu, perempuan?”

Ku perhatikan sekelilingmu. Rumput ilalang tak pula menyapaku. Ia hanya lalu. Seperti ikut bersamamu. Melakukan pemujaan pada entah apa. Memerhatikanmu. Kuberanikan diriku. Bergerak perlahan ke arahmu. Dalam tiap langkah, angin mulai menggiringku. Membisikkan kesejukan yang juga ada dalam lingkaranmu. Semakin dekat, aku sadari ada kekaguman tak terbayang di benakku. Kamu, seperti mati terhadap waktu. Memunculkan musim semi dibawah pohon dan daun gugur itu.

Aku takjub sekaligus heran pada pemandangan sore itu. Dari celah lensa, aku bingkai kamu dalam keabadian rasa. Aku yang tanpa sengaja terseret dan terjebak dalam damaimu, wahai perempuan waktu.

4 komentar:

  1. sambil dengerin i'll be there for you-nya Bon Jovi tulisanmu ini makin bermakna Geg...

    BalasHapus
    Balasan
    1. i'll be there? yang mana itu bli?

      Hapus
    2. i'll be there for you-nya Bon Jovi, googling aja Geg... :)

      Hapus
    3. sek ta tanya om google dulu.. hehe
      ngomong2 sentimentilkah?

      Hapus