Tuhan, nafasku hanya setengah. Bukan berarti aku marah. Tentu tidak padaMu. Ini kuasaMu. Semua partikel yang ada dan menyusunku.
Jariku masih bergetar. Buku-buku tubuhku.
Bukan dengan maksud untuk menyiakan anugrahmu. Mata ini, bibir ini,
rambut ini, tangan ini, kaki-kaki. Bahkan pemikiran yang aku pinjam ini.
Serakah dan lancang aku padaMu jika akhirnya aku hanya menangisi apa yang aku rasakan sekarang.
Kamu hanya mengambil setengah. Hanya sebagian dr nafas yang Kau pinjamkan.
Serakah dan lancang bila akhirnya aku memohon-mohon untuk tetap diijinkan bertahan. Bukankah tak ada yang aku miliki?
Tuhan, ada ribuan kata yang mungkin akan selalu dg lancang dan lantang aku utarakan padaMu.
Tapi aku tahu, Kau tak akkan pernah mengusirku. Kau selalu bersamaku.
Pun jika waktu Kau hentikan sekarang, aku siapkan diriku. Karena aku
adalah aku. Tak perlu embel-embel apapun untuk menghadap pulang padaMu.
Bukankah semua yg ada dan melekat menyusun 'aku' adalah milikmu. Jadi
tak pula mesti aku tambahkan apa-apa. Mungkin berkurang, iya. Karena aku
tak begitu mahir menjaga apa yang menjadi milikMu ini. Dan karenanya
maafkan aku. Jika nanti setelah aku pulang padaMu. Harus ada banyak
perbaikan yang mesti Kau lakukan.
Aku menjadi terlalu naif untuk selalu dapat menerima. Bahwa aku
berbatas. Seperti halnya kredit yang segera mesti dibayarkan, jika tiba
waktunya.
Aku serakah, Tuhan. Menjadi secuil hambaMu aku telah serakah. Telah
jadi lancang, memohon-mohon yang bahkan belum tentu benar-benar aku
butuhkan.
Maaf yang terakhir dan selalu akan aku utarakan. Bersama juga dengan penerimaan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar