Aku selalu jadi terharu, bersama mereka, kawan-kawan yang bahkan belum pernah aku temui.
satu persatu kata aku tuangkan pada mereka.
memenuhi ubun-ubun yang mungkin bisa menampungnya.
malam seharusnya masih selalu menyenangkanku.
dulu, tiap malam selalu jadi menyenangkan.
meski senja telah pulang keperaduan.
tapi menyenangkan karena saat itu senjaku selalu singgah.
duduk menemaniku sepanjang beberapa jam cahayanya akan bertahan.
dalam selang beberapa bulan itu adalah waktu yang sangat menyenangkan.
tapi musim tetaplah musim.
akan ada waktunya musim itu berubah.
seperti saat ini, bukan??
musim bahkan telah berulang beberapa kali.
tapi tetap saja sama. semenjak senja "menghilang".
gelap tak lagi menyenangkan.
ada suara-suara yang jadi terlalu bising di telinga.
dulu aku merasa begitu lengkap. bahkan sebelum senja itu singgah.
tapi seperti musim yang selayaknya selalu berubah.
ada masaku untuk berubah.
dan lalu hari ini.
ini mungkin rasa tentang kesepian.
bukan tentang berapa banyak orang yang aku sapa tiap menit.
bukan pula tentang berapa cerita yang aku tuangkan pada mereka, kawan-kawanku.
tapi entah kenapa, seperti ada lubang menganga yang tak tahu harus aku isi apa.
aku tak pernah mengerti cara untuk mengisinya. terlebih semenjak aku kehilangan senja saat itu.
aku mulai dari menuliskan beberapa kata.
lalu sampai saat ini sudah menumpuk bahkan ada ribuan yang tersimpan.
akankah itu memenuhi lubang?
nyatanya tidak.
tepatnya mungkin belum. aku tak benar-benar bisa tahu
kawanku berkata "aku selalu bersamamu." "isilah dengan menulis"
sudah aku lakukan.
nyatanya orang lain bisa begitu mengerti dengan diriku. menjelaskan apa yang aku simpankan.
mengerti bukan tentang memahami. karena bahkan aku sendiri tak pernah bisa tahu tentang diriku.
aku mencobanya.
kuisi dengan rangkaian kata.
bahkan aku pernah dan kadang masih mencoba mengisi lubang dengan menyimpan beberapa gambar.
beberapa kali aku ingin sekali lari.
bahkan lari dari diriku.
seandainya saja bisa.
tapi nyatanya.
semakin lama. lubang itu semakin terasa.
lagi-lagi ini bukan tentang seberapa banyak orang yang selalu bersamaku.
yang tak pernah pula meninggalkanku.
tapi ini tentang,,,entah apa.
lembaran pesawat-pesawat kertas.. di rentang waktu yang tak terukur dalam ruang.. tanpa nama.. tanpa irama.. |pss
Jumat, 30 Agustus 2013
Rabu, 28 Agustus 2013
Pigura Dalam Tempayan
Ada nuansa tak terbaca saat aku coba bertanya-tanya dalam gelap.
ahh! tentu saja, karena gelap.
tapi ini bukan tentang terang dan gelap. karena tak pernah ada terang gelap.
yang ada hanya tanya tentang batas-batas.
dan itu pun masih bukan tentang terang dan gelap.
aku tentu saja tak akan pernah tahu tak juga akan serta merta diberitahu.
lalu kamu, mulai bertanya-tanya.
mulai menyapa tanya.
sekali waktu, aku inginpula tahu tentangmu.
seberkas bayangan dalam gelap juga terang.
siluet warna dalam pigura.
"tentang terang kah yang kamu ceritakan? adakah gelap telah kamu tinggalkan?"
kamu menggantung begitu saja.
mulai menarik-narik selimut abu dari langit.
"tunggu dulu! berhenti sebentar. sebentar lagi! aku masih ingin melihat batas-batasmu. batas terang juga gelap yang kamu tinggalkan."
sekali pun aku tetap terduduk.
langit nyatanya masih akan sama.
langit yang bahkan kau jadikan tempatmu.
itukah piguramu?
"adakah kamu jadi batas-batas itu? tentang terang juga gelap dalam tautan waktu."
nyatanya, kamu seperti tak lagi terburu.
gagu bersama malu?
waktu mungkin jadi seperti tempayan kosong.
tak pula tentang kebenaran.
bukan tentang kesejatian.
tapi tetap saja kamu, langitmu, piguramu.
lalu aku,---dan entah itu kamu--- menunggui tempayan waktu.
tak terisi.
hanya tentang misi.
mengisi.
"suatu waktu, jika ini tautan waktuku. kujadikan kamu pigura itu. sesekali dalam waktu. meski tak pula lari dari ragu. kamu. kamu. kamu."
ahh! tentu saja, karena gelap.
tapi ini bukan tentang terang dan gelap. karena tak pernah ada terang gelap.
yang ada hanya tanya tentang batas-batas.
dan itu pun masih bukan tentang terang dan gelap.
aku tentu saja tak akan pernah tahu tak juga akan serta merta diberitahu.
lalu kamu, mulai bertanya-tanya.
mulai menyapa tanya.
sekali waktu, aku inginpula tahu tentangmu.
seberkas bayangan dalam gelap juga terang.
siluet warna dalam pigura.
"tentang terang kah yang kamu ceritakan? adakah gelap telah kamu tinggalkan?"
kamu menggantung begitu saja.
mulai menarik-narik selimut abu dari langit.
"tunggu dulu! berhenti sebentar. sebentar lagi! aku masih ingin melihat batas-batasmu. batas terang juga gelap yang kamu tinggalkan."
sekali pun aku tetap terduduk.
langit nyatanya masih akan sama.
langit yang bahkan kau jadikan tempatmu.
itukah piguramu?
"adakah kamu jadi batas-batas itu? tentang terang juga gelap dalam tautan waktu."
nyatanya, kamu seperti tak lagi terburu.
gagu bersama malu?
waktu mungkin jadi seperti tempayan kosong.
tak pula tentang kebenaran.
bukan tentang kesejatian.
tapi tetap saja kamu, langitmu, piguramu.
lalu aku,---dan entah itu kamu--- menunggui tempayan waktu.
tak terisi.
hanya tentang misi.
mengisi.
"suatu waktu, jika ini tautan waktuku. kujadikan kamu pigura itu. sesekali dalam waktu. meski tak pula lari dari ragu. kamu. kamu. kamu."
Senin, 26 Agustus 2013
Bukan yang Aku Sesalkan
kadang ada tawa yang tersembul. membahas hal-hal yang tak semestinya patut dibahas.
ringan. tanpa beban.
seperti semalam. hanya sekedar berbagi mimpi tentang impian suatu hari nanti.
pada akhirnya membuat aku benar-benar bertanya-tanya.
bahkan kadang jadi terpikir tentangnya.
aku yang hanya sebatas dalam ketakutan.
selalu ketakutan.
tapi kadang tertawa. menertawai diri.
mengingat sudah begitu banyak teman yang telah berhasil dengan hidupnya.
ada terlalu banyak gelisah. tanpa tahu arah.
mungkin kamu, atau kalian juga.
suatu waktu, kaki merasa gatal untuk berlari. bukan karena kuman, atau alergi.
tapi karena lutut dan otot-otot sudah mulai lelah berdiri.
satu-satu nya hal yang akan terjadi hanyalah bersimpuh.
bebrapa hari terakhir bahkan. rasanya aku terkurung dalam pengap. tak ada ruang. tak ada udara. tak lagi sama.
dunia seperti menindihku. tanggungjawab mulai mengejarku.
mungkin juga kalian sering begitu.
aku tersadar dalam beberapa hari itu aku telah jadi serakah. selalu mengeluh. tentang ketidakadilan yang sejati nya tak benar-benar nampak ada.
mulai memaki-maki dunia bahkan diri sendiri. dengan keterbatasan pemikiran dan ruang.
tapi kadang kala hanya kebisingan yang memberikan ruang sunyi untuk menepi.
dinding-dinding kamar menjadi terlalu sering membuat ketidaknyamanan.
terlalu dingin.
terlalu sepi.
membuat pikiran mulai memilah tentang sadar dan wajar.
jikapun suatu hari jalanku harus terhenti sampai disini.
taklah akan jadi apa-apa.
toh esensi hidup ini hanya meminjam tempat belajar.
tapi nyatanya ada terlalu banyak pelajaran yang mesti aku selesaikan.
ini baru awal.
jalan-jalan yang lain mungkin jadi akan lebih panjang
lebih keras.
lebih tak terkendali.
lebih menyesakkan.
lebih sepi.
ringan. tanpa beban.
seperti semalam. hanya sekedar berbagi mimpi tentang impian suatu hari nanti.
pada akhirnya membuat aku benar-benar bertanya-tanya.
bahkan kadang jadi terpikir tentangnya.
aku yang hanya sebatas dalam ketakutan.
selalu ketakutan.
tapi kadang tertawa. menertawai diri.
mengingat sudah begitu banyak teman yang telah berhasil dengan hidupnya.
ada terlalu banyak gelisah. tanpa tahu arah.
mungkin kamu, atau kalian juga.
suatu waktu, kaki merasa gatal untuk berlari. bukan karena kuman, atau alergi.
tapi karena lutut dan otot-otot sudah mulai lelah berdiri.
satu-satu nya hal yang akan terjadi hanyalah bersimpuh.
bebrapa hari terakhir bahkan. rasanya aku terkurung dalam pengap. tak ada ruang. tak ada udara. tak lagi sama.
dunia seperti menindihku. tanggungjawab mulai mengejarku.
mungkin juga kalian sering begitu.
aku tersadar dalam beberapa hari itu aku telah jadi serakah. selalu mengeluh. tentang ketidakadilan yang sejati nya tak benar-benar nampak ada.
mulai memaki-maki dunia bahkan diri sendiri. dengan keterbatasan pemikiran dan ruang.
tapi kadang kala hanya kebisingan yang memberikan ruang sunyi untuk menepi.
dinding-dinding kamar menjadi terlalu sering membuat ketidaknyamanan.
terlalu dingin.
terlalu sepi.
membuat pikiran mulai memilah tentang sadar dan wajar.
jikapun suatu hari jalanku harus terhenti sampai disini.
taklah akan jadi apa-apa.
toh esensi hidup ini hanya meminjam tempat belajar.
tapi nyatanya ada terlalu banyak pelajaran yang mesti aku selesaikan.
ini baru awal.
jalan-jalan yang lain mungkin jadi akan lebih panjang
lebih keras.
lebih tak terkendali.
lebih menyesakkan.
lebih sepi.
Jumat, 23 Agustus 2013
Sesal Segumpal
ruang mungkin jadi telah berubah. segenap dinding telah terbakar.
hitam.
tapi tak juga jadi arang.
dalam batas-batas ruang. dunia tak lagi jadi sama.
bisa jadi bukan lagi dunia.
ada ribuan rindu yang tak juga tahu malu. rindu menghadapMu.
adakah manusiaMu yang seserakah aku?
mungkin tidak.
pada akhir dan di tepi titian mimpi, Kau buat aku tersadar.
tentang keberadaanMu.
tentang Kamu.
terlalu banyak lupa yang aku jadikan nyata. lalu ini jalanMu. jalanku.
mulai terpikir aku olehMu. terpikir tentang apa dan bagaimana mereka.
inikah dunia?
keluh bisa jadi sangat wajar, tapi adakah itu jadi sejajar. tidak!
luluh yang aku kata bisa aku jadikan dasar.
tapi nyatanya, hanya keluh yang selalu meluruh.
adakah ini membuatku lusuh dimataMu?
aku kata tentang lelah. dan itu membuatku salah.
aku nyatanya kalah.
ternyata aku salah.
tak pula luput dari serakah.
serakah menjadi manusiaMu.
hitam.
tapi tak juga jadi arang.
dalam batas-batas ruang. dunia tak lagi jadi sama.
bisa jadi bukan lagi dunia.
ada ribuan rindu yang tak juga tahu malu. rindu menghadapMu.
adakah manusiaMu yang seserakah aku?
mungkin tidak.
pada akhir dan di tepi titian mimpi, Kau buat aku tersadar.
tentang keberadaanMu.
tentang Kamu.
terlalu banyak lupa yang aku jadikan nyata. lalu ini jalanMu. jalanku.
mulai terpikir aku olehMu. terpikir tentang apa dan bagaimana mereka.
inikah dunia?
keluh bisa jadi sangat wajar, tapi adakah itu jadi sejajar. tidak!
luluh yang aku kata bisa aku jadikan dasar.
tapi nyatanya, hanya keluh yang selalu meluruh.
adakah ini membuatku lusuh dimataMu?
aku kata tentang lelah. dan itu membuatku salah.
aku nyatanya kalah.
ternyata aku salah.
tak pula luput dari serakah.
serakah menjadi manusiaMu.
Senin, 19 Agustus 2013
Perjalanan----Jalanan----Aku Jalankan
gelisah pun menjadi-jadi. aku tampik seperti apapun ini tetap hidupku
sesekali dalam waktu, ada air mata yang memaksa keluar.
ada lelah yang entah disengaja singgah.
jika suatu kali aku bisa menghadap dan berbicara.
akan aku katakan lelah. tapi tetap akan aku jalankan, hanya saja jangan lagi aku ditinggalkan.
benar memang. dan nyata.
aku bukan seorang sarjana (tepatnya belum sarjana) tapi akankah gelisah mau berubah?
aku rasa tidak.
lalu apa yang berubah?
hanya prestise terhadap diriku.
atau name tag ku akan segera bertuliskan "Putu Sri Sulisthia, S.Pd."
selebihnya? aku masih tetap aku.
Sederet huruf di belakang nama ku itu akankah mengusir gelisah? (semoga saja).
aku telah bergerak semampuku.
mengingat tangan dan kaki ku hanya sepasang.
iya. sepasang.
sekali lagi ingin sekali aku katakan, jika ini boleh aku katakan.
akan tetap aku jalankan. tapi jangan lagi aku ditinggalkan.
berulang kali, di setiap kali aku mengadukan ini pada Dia yang disebut dengan banyak sekali nama.
yang juga disembah dengan berbagai cara. (di setiap kali itu, tentu saja dengan caraku).
aku adukan bahwa dunia tempat Dia menempatkan aku ini melelahkan.
aku tentu saja salah. karena di mata mereka tak seharusnya aku mengeluh dan hanya mengadu padaNya.
"harus disyukuri"
itu kalimat yang disetiap waktu aku dengarkan.
aku bukan tak pernah bersyukur. aku justru mensyukuri, aku punya Dia (yang sekalipun bahkan belum pernah aku temukan bentuknya).
aku bersyukur, aku masih bisa tetap berdiri.
aku bersyukur aku masih bisa tetap meminjam tawa.
aku bersyukur. sungguh-sungguh bersyukur.
tapi dalam batas gelap ruang yang mencoba aku abaikan. aku masih saja diburu gelisah.
masih saja mencoba mencari-cari celah.
ini menggerogoti.
mengikis.
tipis.
ada sebagian diri ku yang tiba-tiba saja aku rasa hilang.
tapi entah apa. di waktu yang lain ada rasa yang tiba-tiba menyambangi.
bahwa jalanan panjang yang Ia tuliskan ini semakin tinggi.
semakin tak menyenangkan.
adakah hidup itu tentang kesenangan?
mungkin saja.
harus aku ingatkan diri ku kuat-kuat. bahwa ini hidupku.
ada berbagai musim yang akan segera datang.
ini hidupku.
dan ini benar-benar hidup.
sesekali dalam waktu, ada air mata yang memaksa keluar.
ada lelah yang entah disengaja singgah.
jika suatu kali aku bisa menghadap dan berbicara.
akan aku katakan lelah. tapi tetap akan aku jalankan, hanya saja jangan lagi aku ditinggalkan.
benar memang. dan nyata.
aku bukan seorang sarjana (tepatnya belum sarjana) tapi akankah gelisah mau berubah?
aku rasa tidak.
lalu apa yang berubah?
hanya prestise terhadap diriku.
atau name tag ku akan segera bertuliskan "Putu Sri Sulisthia, S.Pd."
selebihnya? aku masih tetap aku.
Sederet huruf di belakang nama ku itu akankah mengusir gelisah? (semoga saja).
aku telah bergerak semampuku.
mengingat tangan dan kaki ku hanya sepasang.
iya. sepasang.
sekali lagi ingin sekali aku katakan, jika ini boleh aku katakan.
akan tetap aku jalankan. tapi jangan lagi aku ditinggalkan.
berulang kali, di setiap kali aku mengadukan ini pada Dia yang disebut dengan banyak sekali nama.
yang juga disembah dengan berbagai cara. (di setiap kali itu, tentu saja dengan caraku).
aku adukan bahwa dunia tempat Dia menempatkan aku ini melelahkan.
aku tentu saja salah. karena di mata mereka tak seharusnya aku mengeluh dan hanya mengadu padaNya.
"harus disyukuri"
itu kalimat yang disetiap waktu aku dengarkan.
aku bukan tak pernah bersyukur. aku justru mensyukuri, aku punya Dia (yang sekalipun bahkan belum pernah aku temukan bentuknya).
aku bersyukur, aku masih bisa tetap berdiri.
aku bersyukur aku masih bisa tetap meminjam tawa.
aku bersyukur. sungguh-sungguh bersyukur.
tapi dalam batas gelap ruang yang mencoba aku abaikan. aku masih saja diburu gelisah.
masih saja mencoba mencari-cari celah.
ini menggerogoti.
mengikis.
tipis.
ada sebagian diri ku yang tiba-tiba saja aku rasa hilang.
tapi entah apa. di waktu yang lain ada rasa yang tiba-tiba menyambangi.
bahwa jalanan panjang yang Ia tuliskan ini semakin tinggi.
semakin tak menyenangkan.
adakah hidup itu tentang kesenangan?
mungkin saja.
harus aku ingatkan diri ku kuat-kuat. bahwa ini hidupku.
ada berbagai musim yang akan segera datang.
ini hidupku.
dan ini benar-benar hidup.
Minggu, 18 Agustus 2013
Selamat Pulang
"Selamat datang"
Seandainya saja langit dalam duniamu bisa berbicara mungkin dia akan segera menyambutmu dengan kata itu.
Selamat pulang.
Dan itu aku simpan dalam-dalam. Kau mungkin jadi tak lagi percaya, bahwa ada lega yang singgah begitu saja.
Tiba-tiba tangis ingin pecah.
Mendengar dalam bisu bahwa kamu telah kembali.
Selamat pulang.
Duniamu akan senang.
Nyamanmu telah sekali lagi kamu temukan. Dunia yang menyeretmu. Imaji yang menyiksamu.
Lalu untuk kali ke sekian ruang ini menjadi ruang antara. Ruang perantara. Ruang-ruang dalam maya.
Ruang untukku menyapamu. Dalam diam yang kamu jadikan lama. Yang pula tiba-tiba dijadikan tak biasa.
Selamat pulang.
Hanya selamat saja. Aku mungkin jadi bukan lagi menjadi aku yang dulu. Tapi ini tetap aku.
Kusimpankan saja dalam ruang bisu. Tentang tanya. Tentang rasa. Tentang kita.
Tentang kita---
Adakah akan kamu sadari tempatku?
Bukankah sekali waktu itu, kamu pernah menampakkan kehebatanmu. Kamu perlihatkan betapa tegaknya punggungmu berdiri di hadapanku. ahh.. bukan. kamu tak pula menghadap padaku.
Tak lagi menganggapku ada di sana.--mungkin saja.
Ada puluhan tanya. Merusak celah yang sekiranya aku tempatkan untuk dia, untuk mereka. Iya dia, yang menerimaku. Membuatku ada.
Tapi bukan berarti aku mengingkari. Kamu yang membuatkan hidup untukku.
Adahkah kamu sadari?
Pernahkah kamu sadari?
Tidak pun tak apa. Kujadikan ini hanya untukku saja. Dan kamu menjadikan aku manusia.
Duniamu yang menjadikanku manusia.
Egomu yang mengajarkan aku tentang irama.
Terima kasih
karena kamu telah pulang.
Seandainya saja langit dalam duniamu bisa berbicara mungkin dia akan segera menyambutmu dengan kata itu.
Selamat pulang.
Dan itu aku simpan dalam-dalam. Kau mungkin jadi tak lagi percaya, bahwa ada lega yang singgah begitu saja.
Tiba-tiba tangis ingin pecah.
Mendengar dalam bisu bahwa kamu telah kembali.
Selamat pulang.
Duniamu akan senang.
Nyamanmu telah sekali lagi kamu temukan. Dunia yang menyeretmu. Imaji yang menyiksamu.
Lalu untuk kali ke sekian ruang ini menjadi ruang antara. Ruang perantara. Ruang-ruang dalam maya.
Ruang untukku menyapamu. Dalam diam yang kamu jadikan lama. Yang pula tiba-tiba dijadikan tak biasa.
Selamat pulang.
Hanya selamat saja. Aku mungkin jadi bukan lagi menjadi aku yang dulu. Tapi ini tetap aku.
Kusimpankan saja dalam ruang bisu. Tentang tanya. Tentang rasa. Tentang kita.
Tentang kita---
Adakah akan kamu sadari tempatku?
Bukankah sekali waktu itu, kamu pernah menampakkan kehebatanmu. Kamu perlihatkan betapa tegaknya punggungmu berdiri di hadapanku. ahh.. bukan. kamu tak pula menghadap padaku.
Tak lagi menganggapku ada di sana.--mungkin saja.
Ada puluhan tanya. Merusak celah yang sekiranya aku tempatkan untuk dia, untuk mereka. Iya dia, yang menerimaku. Membuatku ada.
Tapi bukan berarti aku mengingkari. Kamu yang membuatkan hidup untukku.
Adahkah kamu sadari?
Pernahkah kamu sadari?
Tidak pun tak apa. Kujadikan ini hanya untukku saja. Dan kamu menjadikan aku manusia.
Duniamu yang menjadikanku manusia.
Egomu yang mengajarkan aku tentang irama.
Terima kasih
karena kamu telah pulang.
Ini Tentang Kesan
Ini tentang kesederhanaan.
Simbol dari kesan yang kamu kata telah jadi
hilang.
Bukan bermaksud ingin aku katakan ketinggalan
oleh jaman.
Dan entah jaman yang mana.
Pernah aku bertanya tentang simbol seperti
apa.
Ciri yang mungkin jadi telah tertutup dan
jadi nyata.
Sejujurnya, ada gelisah yang tersangkut
begitu lama.
Getir tentang ‘sebegini jauh kah sudah
peradaban manusia?’
Dan entah sejak kapan, aku setuju denganmu.
Kesan ‘gadis’ telah jadi pudar. Terlebih yang
kamu kata ‘gadis bali’.
Aku telisik jauh lebih dalam. Sedalam yang
aku mampu selami dalam diriku.
Aku sendiri telah kehilangan ciri itu.
(entah ciri yang bagimana)
Aku merasakan ada yang terlalu cepat berubah.
Jadi benarkah yang mereka kata?
Ada banyak sekali mereka yang mencoba
menguak, mendalami, menggambarkan
kesederhanaan dalam sederhana yang mereka tanam.
Tapi lagi-lagi katamu, mereka kehilangan
kesan sederhana. Seperti memudarkannya. Kesan gadis telah jadi glamour dan tak
lagi sederhana.
Sekali waktu aku ingat tentang yang kamu kata
sebuah simbol.
Hanya dijadikan simbol, tentang pengabdian,
lalu pengorbanan.
Adakah itu yang telah dijadikan pudar?
Tertutup make up tebal, bedak, lipstick,
eyeshadow dan sebangsanya?
Bukan tentang ‘cantik’ yang ingin aku
utarakan denganmu kali ini.
Tapi tentang c.a.n.t.i.k.
Dan bagaimana harus aku utarakan padamu?
Sekali waktu, jika aku telah jadi seperti
mereka. Akan aku buatkan gambar sesegera yang aku bisa. Sedetail yang aku
ingat. Tentang sederhana yang telah tertutup jaman.
Lagi-lagi, entah jaman yang
mana.
Jumat, 16 Agustus 2013
Ini Tentang Senja
Sebatas antara sadar dan wajar
dan ketika ku temukan tak pernah aku temukan
segaris
membaris
batas-batas kutemukan
membaur tak teratur
antara terang juga karang
tentang abu dalam kelabu
dijadikan memerah
segurat tanpa pasrah
terarah
bukan pula tentang menyerah
ini tentang memerah
tentang mewarna
yang tak pula sewarna
senja
tentang tiada
akan segera dijadikan tiada
ini tentang
senja
|pss
Senin, 12 Agustus 2013
Paragraf Sendu
#teruntuk saudaraku....
dear, untukmu aku tuliskan lagi selembar draft dalam ruang. draft yang bahkan tak akan punya keberanian untuk aku terbangkan bersama tiupan angin kepadamu. draft yang hanya akan tersimpan dalam laci dan aku kunci. iya, akan aku kunci. jangan kau tanyakan waktu lagi, karena aku bahkan tak bisa menebaknya.
juga menebakmu.
akan coba aku tuliskan lagi kali ini. meski hujan tak pernah mau mengerti betapa jariku telah dibuat menggigil, betapa telah bergetar dibuatnya tiap sendi saat mencoba berdiri.
masih bolehkah aku menuliskan suratku padamu?
masihkah kau ingin membacanya?
karena akan aku tuliskan semua atas nama ketulusanku.
hujan masih saja turun, dan bahkan aku tak lagi dapat menyapamu.
sesekali aku ingin memberitaumu, bahwa aku telah mencoba kembali pada jalanku, mencoba memutar roda yg dulu bersinggungan denganmu, yang membawa kita berputar dan berjalan searah meski jalan menjadi serasa tidak wajar.
sesekali aku ingin memberitahumu, bahwa aku telah berhasil dalam sepersekian detik berada dalam batas kelupaanku.
dear, hujan hari ini masih belum berhenti. lalu bagaimana?
masihkah aku boleh mengadu padamu?
mengadukan rasa penasaranku, mengadukan kebingunganku.
aahh.. mungkin kau sudah kembali pada rodamu. dan mungkinkah seperti ini semestinya? kewajaran bagi mereka, bahwa seharusnya ada jurang depanmu juga di depanku. bahwa seharusnya roda kita tak bersinggungan dan bahkan berjalan searah.
lalu apakah itu akan menghapus kenyataan bahwa sesungguhnya kau telah menempati ruang dalam diriku?
tentu saja tidak.
sekalipun aku dengan rodaku, sesudut ruang itu tetap kau tempati, bahkan mungkin selamanya.
dear, aku hanya akan mampu menuliskan ini sebagai draft-draft usang. aku sebisa mungkin ingin membantumu, menemukan rasa amanmu.
kau meminta ku pergi, maka aku akan pergi. tp aku akan tetap mengunci surat-surat ini dalam laci.
surat-surat yang sebentar lagi akan menjadi usang.
surat-suratku untukmu, saudaraku...
14 Mei 2012
dear, untukmu aku tuliskan lagi selembar draft dalam ruang. draft yang bahkan tak akan punya keberanian untuk aku terbangkan bersama tiupan angin kepadamu. draft yang hanya akan tersimpan dalam laci dan aku kunci. iya, akan aku kunci. jangan kau tanyakan waktu lagi, karena aku bahkan tak bisa menebaknya.
juga menebakmu.
akan coba aku tuliskan lagi kali ini. meski hujan tak pernah mau mengerti betapa jariku telah dibuat menggigil, betapa telah bergetar dibuatnya tiap sendi saat mencoba berdiri.
masih bolehkah aku menuliskan suratku padamu?
masihkah kau ingin membacanya?
karena akan aku tuliskan semua atas nama ketulusanku.
hujan masih saja turun, dan bahkan aku tak lagi dapat menyapamu.
sesekali aku ingin memberitaumu, bahwa aku telah mencoba kembali pada jalanku, mencoba memutar roda yg dulu bersinggungan denganmu, yang membawa kita berputar dan berjalan searah meski jalan menjadi serasa tidak wajar.
sesekali aku ingin memberitahumu, bahwa aku telah berhasil dalam sepersekian detik berada dalam batas kelupaanku.
dear, hujan hari ini masih belum berhenti. lalu bagaimana?
masihkah aku boleh mengadu padamu?
mengadukan rasa penasaranku, mengadukan kebingunganku.
aahh.. mungkin kau sudah kembali pada rodamu. dan mungkinkah seperti ini semestinya? kewajaran bagi mereka, bahwa seharusnya ada jurang depanmu juga di depanku. bahwa seharusnya roda kita tak bersinggungan dan bahkan berjalan searah.
lalu apakah itu akan menghapus kenyataan bahwa sesungguhnya kau telah menempati ruang dalam diriku?
tentu saja tidak.
sekalipun aku dengan rodaku, sesudut ruang itu tetap kau tempati, bahkan mungkin selamanya.
dear, aku hanya akan mampu menuliskan ini sebagai draft-draft usang. aku sebisa mungkin ingin membantumu, menemukan rasa amanmu.
kau meminta ku pergi, maka aku akan pergi. tp aku akan tetap mengunci surat-surat ini dalam laci.
surat-surat yang sebentar lagi akan menjadi usang.
surat-suratku untukmu, saudaraku...
14 Mei 2012
Sabtu, 10 Agustus 2013
Tentang Rindu, Tentang Kamu (Aku Ingin Kembali)
"sekilas tentang dirimu
yang lama kunanti
memikat hatiku
jumpamu pertama kali
janji yang pernah terucap
namun tak pernah terjadi"
ada yang tertinggal. dalam ingatan. masih tertinggal.
haruskah aku diingatkan?
tentang dia yang pernah menerimaku.
tentang dia yang pernah membuatku ada.
aku mengingatnya. tak perlu kau ingatkan.
lagu itu masih memutar. mengantar aku pada tiap kepingan. tentang dia.. seandainya saja....
suatu hari aku pernah berkata, sering berkata.. seandainya saja..
dia bahkan mungkin tak lagi punya ingatan
tak perlu aku memohonkan ingatan
diam-diam dan dalam diam aku ternyata masih menantinya.
entah bayangan atau hanya bias dari sela-sela.
aku tak punya telinga.
kamu mungkin tak lagi ingin punya mata. adakah?
sekali saja, tak lagi kamu memandangku.
tak lagi menampakkan sinar dari bola matamu.
adakah kamu telah menjadi malu?
dan kamu tak akan pernah jadi tahu-----aku menantimu. masih.
"mungkinkah masih ada waktu yang tersisa untukku
mungkinkah masih ada cinta yang tersisa dihatimu
andaikan saja aku tahu kau tak hadirkan cintamu
ingin ku melepasmu dengan pelukan"
jika sisa kujadikan sia-sia. biar saja sia-sia.
sekali waktu itu, aku pernah mengira, kamu masih menyimpan cemburumu.
berburu dengan waktu.
adakah masih kamu simpan itu?
adakah?
adakah yang aku kira menjadi benar?
bolehkah aku yakinkan pada dirimu, bahwa masih ada rindu?
selalu. dan izinkan aku percaya tentang rindu yang kamu kata selalu.
izinkan aku percaya. dan masih percaya.
ada rindumu.
"sesal yang datang slalu tak kan membuatmu kembali
maafkan aku yang tak pernah tahu hingga semuanya pun kini t'lah berlalu
maafkan aku
maafkan aku"
aku ingin segera kembali.
dalam ruang yang membuat ku ada.
aku ingin kembali. masihkah tempat itu ada..?
masihkah tempat itu sama?
adakah aku diperbolehkan olehNya?
aku ingin segera kembali.....
dalam ruangku.
adakah ada tempatku. dalam persimpangan itu?
masihkah ada persimpangan yang tak tampak untukku?
aku ingin segera kembali.
dalam jalanku.
rute yang aku jalankan.
rute tentang----kamu.
ku titipkan tempat dalam rindu
ruang untuk nama dalam waktu
-----------kamu.
Selasa, 06 Agustus 2013
Senin, 05 Agustus 2013
Aku Kecewa
G, gerimis berbicara, dalam ruang tanpa irama.
adakah yang ia bicarakan tentang rasa?
bahkan bukan pula tentang jawaban.
aku tak lagi bisa mendengarnya. apalagi berbicara.
bukan tentang suara. tapi tentang rasa.
aku mulai buta.
dan tak lagi ada suara.
lalu masihkah bisa aku tanyakan pada gerimis yang datang?
"apa yang bisa aku percaya? tidakkah ada lagi percaya yang dapat aku simpan?"
percaya tak lagi sama. entah apa memang ia seperti ini adanya.
tak lagi bisa aku raba bentuknya.
adakah memang sama dengan adanya kecewa.
absurd.
ruang yang dulu begitu munafik untuk aku simpankan rasa.
entah. tak lagi ada yang bisa aku beri percaya.
bahkan sadar yang membuat aku tersadar.
tak lagi ada yang mampu membawakan percaya.
bahkan bayangan yang datang tanpa sadar.
tak pernah aku memintaMu.
tak pula aku ingin menjadi serakah untuk meminta padaMu.
nyatanya aku memang dengan diriku.
tak berani aku samakan diriku denganMu.
gerimis tak juga menjawabku.
"tidakkah ada celah untuk ku mengerti? mengartikan absurd dalam kecewa semenjak aku percaya?"
ini mengulang.
berulang.
rasa yang sama.
ternyata perlakuan yang aku peroleh pun masih sama.
sama..., G.. sama....
bahkan tempat ku memang tak pernah ada di mana-mana.
tidak di mana-mana.
lalu masihkah layak aku utarakan dalam diamku,
aku tuliskan kalimat-kalimat bisuku.
adakah yang ia bicarakan tentang rasa?
bahkan bukan pula tentang jawaban.
aku tak lagi bisa mendengarnya. apalagi berbicara.
bukan tentang suara. tapi tentang rasa.
aku mulai buta.
dan tak lagi ada suara.
lalu masihkah bisa aku tanyakan pada gerimis yang datang?
"apa yang bisa aku percaya? tidakkah ada lagi percaya yang dapat aku simpan?"
percaya tak lagi sama. entah apa memang ia seperti ini adanya.
tak lagi bisa aku raba bentuknya.
adakah memang sama dengan adanya kecewa.
absurd.
ruang yang dulu begitu munafik untuk aku simpankan rasa.
entah. tak lagi ada yang bisa aku beri percaya.
bahkan sadar yang membuat aku tersadar.
tak lagi ada yang mampu membawakan percaya.
bahkan bayangan yang datang tanpa sadar.
tak pernah aku memintaMu.
tak pula aku ingin menjadi serakah untuk meminta padaMu.
nyatanya aku memang dengan diriku.
tak berani aku samakan diriku denganMu.
gerimis tak juga menjawabku.
"tidakkah ada celah untuk ku mengerti? mengartikan absurd dalam kecewa semenjak aku percaya?"
ini mengulang.
berulang.
rasa yang sama.
ternyata perlakuan yang aku peroleh pun masih sama.
sama..., G.. sama....
bahkan tempat ku memang tak pernah ada di mana-mana.
tidak di mana-mana.
lalu masihkah layak aku utarakan dalam diamku,
aku tuliskan kalimat-kalimat bisuku.
"aku kecewa"
Langganan:
Postingan (Atom)