adakah yang ia bicarakan tentang rasa?
bahkan bukan pula tentang jawaban.
aku tak lagi bisa mendengarnya. apalagi berbicara.
bukan tentang suara. tapi tentang rasa.
aku mulai buta.
dan tak lagi ada suara.
lalu masihkah bisa aku tanyakan pada gerimis yang datang?
"apa yang bisa aku percaya? tidakkah ada lagi percaya yang dapat aku simpan?"
percaya tak lagi sama. entah apa memang ia seperti ini adanya.
tak lagi bisa aku raba bentuknya.
adakah memang sama dengan adanya kecewa.
absurd.
ruang yang dulu begitu munafik untuk aku simpankan rasa.
entah. tak lagi ada yang bisa aku beri percaya.
bahkan sadar yang membuat aku tersadar.
tak lagi ada yang mampu membawakan percaya.
bahkan bayangan yang datang tanpa sadar.
tak pernah aku memintaMu.
tak pula aku ingin menjadi serakah untuk meminta padaMu.
nyatanya aku memang dengan diriku.
tak berani aku samakan diriku denganMu.
gerimis tak juga menjawabku.
"tidakkah ada celah untuk ku mengerti? mengartikan absurd dalam kecewa semenjak aku percaya?"
ini mengulang.
berulang.
rasa yang sama.
ternyata perlakuan yang aku peroleh pun masih sama.
sama..., G.. sama....
bahkan tempat ku memang tak pernah ada di mana-mana.
tidak di mana-mana.
lalu masihkah layak aku utarakan dalam diamku,
aku tuliskan kalimat-kalimat bisuku.
"aku kecewa"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar