Minggu, 12 Januari 2014

Anak Manusia dengan Cawan di Masing-Masing Tangan

Ada sebuah kisah, saat matahari mulai meninggi di batas cakrawala.
Kisah sederhana tentang anak manusia.
Ia yang terlahir bahkan tanpa apa-apa. Dibentuk dan diasah oleh lingkaran ttg dunia.
Suatu waktu. Alur mempertemukannya dengan seorang makhluk lain.
Yang sama sekali berbeda. Monoton. Teratur. Dan segalanya lurus.
Kau mungkin bisa membayangkan betapa terkejut dunianya. Semenjak pertemuan itu. Satu per satu perkenalan dimulai. Perkenalan ttg ketidakteraturan. Perkenalan ttg ketidakpastian. Perkenalan ttg persinggahan.

Ada ribuan kata yang telah diciptakan dari pertemuan. Tapi mereka belum juga sadar. Ttg adanya mereka, karena mereka ada.
Alur pun tetap mengalir. Sederas hasrat mereka untuk menebak2 isi tulisan dalam cawan yg mereka pegang. Tapi apa mau dikata. Cawan mereka masih terisi penuh ttg dunia. Dan tak boleh pula mereka menebak tulisan didalamnya.

Beribu resah mulai menyinggahi mereka.
Satu diantara yang lain, yang kadang menempati tempat yang lain.
Ada kalanya aku dibuat sadar bahwa, titik dalam lingkaran adalah sama. Ini hanya sebentuk pengulangan. Seperti yang tengah menaungi alur kedua anak manusia ini.

Dari celah yang mereka tebak, mulai nampak ujung2 ruang. Mulai ada potongan-potongan kesadaran.
Mereka, satu kesatuan.
Kau mungkin tak akan bisa percaya. Tapi mereka percaya, bahwa alam akan berbicara ttg jawaban pada mereka.
Melalui bahasanya.
Bukan lagi ttg memegang tangan. Bukan ttg keberadaan. Tapi mereka sadar, bahwa cukup dibuat 'ada' menjadikan mereka ada.
Cukup menyebut nama maka mereka akan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar